Agama yang Paling Benar

Dalam setiap peradaban hidup manusia, hampir pasti selalu diwarnai dengan keyakinan akan adanya suatu Zat yang memiliki kekuatan/power luar biasa. Zat ini dianggap berkuasa untuk mencipta dan mengatur kehidupan. Zat yang ghaib tersebut kemudian disebut dengan nama “Tuhan”, beberapa peradaban lain menyebutnya “Dewa”. Sepanjang sejarah hidup manusia, ada banyak sekali representasi nama atas Tuhan atau Dewa tersebut.

Oleh karena Tuhan atau Dewa dianggap memiliki kekuatan yang luar biasa, kepada Tuhan atau Dewa tersebut dilakukan pemujaan/penyembahan. Pujaan/sembahan terhadap Tuhan/Dewa tersebut dilakukan dengan berbagai praktik ritual. Ritual-ritual tersebut kemudian dirangkai dan dibingkai dalam platform yang lebih luas yang disebut dengan agama.

Hingga saat ini, tercatat dalam sejarah sudah berdiri banyak sekali agama dengan Tuhan/Dewa-nya serta ritualnya masing-masing. Setiap agama, apapun itu, menganggap bahwa Tuhan/Dewa wajib hukumnya untuk dipuja atau disembah. Selain itu, setiap agama juga mengklaim mengajarkan kebenaran yang sumbernya berasal dari Tuhan/Dewa mereka.

Pertanyaannya, karena masing-masing agama mengklaim mengajarkan kebenaran, lantas, dari sekian banyak agama yang ada di dunia ini, agama manakah yang paling benar?

Keyakinan fundamental

Hampir setiap individu yang beragama cenderung menganggap dan meyakini bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang paling benar. Tentu keyakinan yang demikian tidak bisa dipersalahkan. Bagaimanapun, itu adalah alasan fundamental seseorang memilih suatu agama. Seandainya individu tersebut mengetahui bahwa agamanya tidak benar, atau ada agama lain yang lebih benar, logisnya, individu yang berpikir jernih tentunya akan memilih agama lain yang lebih benar itu. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa keyakinan sebagai agama yang paling benar lah yang membuat seseorang memilih untuk menganut suatu agama tertentu.

Tidak Ada Superior atau Inferior

Yang perlu menjadi catatan, meyakini bahwa agamanya yang paling benar bukan berarti menganggap bahwa agama yang lain adalah rendah. Seseorang tidak dibenarkan mengklaim bahwa karena agamanya yang dirasanya itu paling benar, menjadikan dirinya merasa superior, sementara seseorang yang memiliki keyakinan berbeda dianggap inferior.

Sejarah mencatat adanya klaim superior dan inferior telah menjadi akar konflik antaragama di seluruh penjuru dunia. Perang salib, pemberantasan agama minoritas, dan kekuasaan tiran para pemimpin agama telah menjadi bagian dari sejarah kelabu umat manusia. Atas nama agama membunuh menjadi halal, atas nama agama banyak genosida terjadi, atas nama agama pembunuh bisa begitu merasa terhormat. Seakan telah mendapat garansi dan lisensi dari Tuhan mereka, seseorang sangat mungkin menjadi pembunuh, pembantai, atau pembasmi, demi dan atas nama agama.

Lalu, bagaimana batasannya agar seorang tetap meyakini bahwa agamanya yang paling benar, tapi tidak membuatnya merasa superior?

Jika dikaji secara lebih mendalam dan dipikirkan secara jernih, terbukti tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan dalam penyebarannya. Bagaimanapun, agama dianggap sebagai sumber kebenaran dan memang mengajarkan kebenaran, cinta kasih, dan perdamaian bagi para penganutnya. Tidak ada alasan seseorang bertindak kasar, membunuh atau memerangi agama atau orang lain dengan keyakinan berbeda.

Yang keliru adalah adanya penafsiran yang sempit terhadap apa yang diajarkan agamanya, yang berujung pada superior-inferior belief yang berpotensi untuk saling menghancurkan. Memang dalam kasus tertentu ada ajaran dan perintah untuk berperang oleh agama tertentu, tapi semua itu dengan catatan karena diperangi lebih dahulu atau untuk membela diri.

Klaim Paling Benar

Sebagaimana dijelaskan di awal, adalah boleh-boleh dan wajar-wajar saja seseorang mengklaim keyakinannya yang paling benar. Hanya saja, cara dari mengklaim yang paling benar tersebut tidak boleh dilakukan secara frontal di hadapan orang lain yang berkeyakinan berbeda. Apalagi jika hal ini dilakukan secara sengaja untuk menjelekkan atau merendahkan mereka yang mempunyai agama yang berbeda, yang pada akhirnya hanya memancing permusuhan antaragama yang merugikan kehidupan masyarakat.

Klaim paling benar hendaknya disimpan dalam hati atau disampaikan dalam kalangan/forum sendiri, terlebih di tengah masyarakat yang plural seperti Indonesia. Sudah tentu ini demi mencapai tujuan nasional dan cita-cita bangsa, demi perdamaian bersama dan untuk kebaikan bersama.

Agama tidak hanya sekadar urusan ritual dalam menyembah dan memuji Tuhan. Agama tidak sekadar urusan siapa yang paling benar dan siapa yang salah. Agama bukan urusan superior dan inferior. Agama tidak bisa menjadi alasan pemberangusan manusia lain yang berkeyakinan berbeda. Lebih dari itu, agama ada untuk mewujudkan perdamaian dalam kehidupan masyarakat.

Selama pertikaian antaragama masih terjadi, berarti selama itu pula misi diturunkannya agama oleh Tuhan untuk mewujudkan perdamaian belum tercapai.

Bagiku, agamaku lah yang paling benar. Bagimu, agamamu lah yang paling benar. Impas dan adil kan?